Jumat, 31 Januari 2020

Asing menjadi Iseng


Ada satu orang, yang bisa mencampur aduk perasaan dalam sekali ucap. Arvie Baskhara. Dialah, teman semua orang, tapi selalu merasa tak ada yang mengenalnya. apa yang penting dari hidup lo sar? Soal nya sering banget bilang gak penting tanya Abas padaku. gaada jawabku singkat. Tak pernah terpikirkan oleh ku, apa yang penting, pertanyaannya membuat perasaanku aneh, seolah dia ingin tau apa yang terjadi pada ku. masa gaada? Apa tujuan hidup lo? cecarnya lagi gaada kataku. Sampai satu pertanyaan dari dia yang membuatku diam menahan tangis untuk apa lo hidup di dunia ini? tanya nya kembali dengan serius Gatau, emang bisa milih ada di dunia ini? tanyaku dengan menahan tangis.
Mungkin, baginya semua makhluk hidup harus punya tujuan hidup. Aku dengan ke egoisan ku selalu berpikir, untuk apa hidup karena akan mati juga. Apasih yang dikejar, tapi karena pertanyaannya aku berpikir untuk apa aku hidup. 22 tahun, aku bertanya lagi pada diriku, apa yang ingin ku capai? Apa yang harus ku perbaiki? Tapi aku belum menemukan satu alasan, masih mencari kenapa aku bisa di dunia ini.
jadi, selama ini mikirnya gimana? Gini, aku pernasaran sama sesuatu yang mentrigger dirimu untuk melakukan sesuatu lagi-lagi pertanyaan yang sama gaada. Gak perlu penasaran, jangan terlalu penasaran sampai terlalu jauh dalam hidup sesorang. Gak semua orang sama dengan apa yang kita pikirkan dan, gak semua orang harus sesuai yang kita pikirkan meski tau kita berbeda dari mereka jawabku menahan emosi. Dia hanya teman Sekolah Menengah Pertama, yang bahkan selama itu enggak pernah saling sapa, ngobrol bahkan berjabat tangan. Apa hak nya bertanya kenapa aku hidup di dunia ini.
Tidak ada yang salah dengan itu semua, trigger atau apapun itu, semua dengan pemikiran juga kan ya. Tapi ketika menjadi pusat pertanyaan sampai terucap mengapa harus hidup di dunia ini apakah pantas? Emangnya hidup matinya seseorang patut dipertanyakan? Aku bahkan enggak minta untuk bisa hidup. Tapi mencoba untuk selalu bisa bersyukur bagaimana pun keadaannya. Bagaimana menangis ketika gak bisa sesuai ekspektasi orang, bagaimana berpura-pura tersenyum menahan tangis agar orang lain tak merasa kasihan.
maaf, mungkin maksudku tadi enggak gitu, cuma gaada Bahasa yang terpikirkan lagi, baru lo sar yang ngejawab semua pertanyaan dengan 1 jawaban yang sama gaada keluar rasa ingin tahu jadinya. Aku liat lo kaya burung yang terbang di awan gitu katanya, meski dia tak perlu mengucapkan kata maaf itu keunikan lo itu terlihat jelas soalnya, dan aku suka dengan keunikan seseorang. Dengan mengetahui keunikan seseorang lah, aku bisa tau cara bersikap dengan orang lain. Sama seperti lo yang introvert, aku udah jumpa sama anak introvert lain yang beda dari lo, meskipun tetap ada yang sama jalurnya. Maaf pertanyaannya buat lo marah, kesel, gak enak dsb sambungnya lagi. Dan aku memutuskan diam dan tak lagi menjawab pertanyaannya, nangis hingga tertidur.
Aku bahkan tak pernah bertemu langsung dengannya, 10 tahun, tak pernah tegur sapa tapi bisa senyaman itu berteman, baper? Iya. Lanjut? Tidak, udah punya pacar doi. Aku juga punya, meski gak se-uwu kisah cinta nya. Ku kira, teman yang sering ketemu, saling berbagi cerita, tertawa bersama bias saling mengerti dan mengenal. Ternyata, orang yang mampu mengenal diri orang lain adalah teman terbaik dan pendengar terbaik, hingga sekarang aku tetap bercerita dan dia tak pernah mengeluh sedikitpun dengan hal itu. Apapun dirimu, siapapun kamu sekarang, dia tetap disamping mu tanpa menjatuhkan. aktingnya sukses hingga dia berpikir dia hanya sebatas teman.