Kamis, 08 Oktober 2015

Kau Dimana?

pernah ketemu seseorang yang selama ini kau hindari karena dia terlalu bersinar untuk dirimu yang gelap? kurasa kini sang mentari menghampiri hidupku, entah hanya untuk menggertakku keluar dari kegelapan atau ingin menyinari semua masa-masa gelapku. Tapi bukan hal yang cukup penting, ada ataupun tanpa dia, aku juga akan tetap sendirian menghadapi dunia ini. Awan gelap selalu mengikuti kemana aku melangkah. Bukan nya aku tak dapat menerima kenyataan, hanya saja kenyataan begitu keras menghantam jiwaku, sehingga aku harus meringkuk kesudut yang paling gelap. Kesendirian. Kamu gadis baik, kamu gadis polos, kamu yang paling cantik. Seperti itulah masa-masa dimana aku mencintai matahari, mencintai awan gelap, mencintai seisi dunia ini. Tapi bagaimanapun juga, roda berputar dan aku tertarik kebawah, hancur akan kebahagiaan, tenggelam dalam kegelapan. Kecewa? Tentu saja, bukan berarti aku menelan mentah-mentah ucapan mereka kala aku diatas, hanya saja aku terlalu merendahkan diri sehingga aku semakin menjadi wanita rendahan. Sendirian sungguh tidak menyenangkan, tak ada teman, taada tempat berbagi cerita, tak ada pula kasih sayang. Lagi-lagi aku berpura-pura menikmatinya. Berbohong kepada dunia bahwa aku baik-baik saja. Dan kali ini cukup berbeda, kesendirian benar-benar menggangguku. Tidak seperti biasanya, aku yang selalu sibuk dengan duniaku sendiri, tak memperdulikan orang berlalu-lalang dan hanya berkutat dengan benda mati yang selalu kita bawa kemanapun; handphone ataupun sekedar novel yang kubawa. Begitu pula saat ini, aku hanya duduk dengan sejuta umat manusia disekelilingku, tapi tak ada seorangpun yang berada di kanan atau di sebelah kiriku, seolah ada gelombang sinar elktromagnetik disekitar tubuhku yang bila mengenai orang akan membunuhnya dalam sekejap. Tak kupungkiri kini aku membutuhkan sesorang seperti yang pria itu katakan, aku terlalu egois, selalu membangun tembok. Pria itu juga mengatakan, kala ku sendiri, aku hanya bergumam, tenggelam dalam pikiran-pikiran anehku, bahkan terkadang begitu murung, berbicara seolah alam mendengarku, mendengar jiwaku tanpa aku harus berbuka suara. Semua terekam jelas dalam lensa matanya, terekam dengan sangat jelas, begitu katanya. Satu lagi, tidak hanya kamu yang terpuruk didunia ini, sehina dan sekotor apapun dirimu, masih ada yang lebih dibawah kamu. Nasehat yang mungkin sangat kubutuhkan saat ini. Percaya atau tidak, aku mencoba percaya kala itu, namun segera menguap bersama awan gelap yang hendak mencengkram nadiku. 
Setelah begitu banyak pertimbangan dalam pikiran anehku, aku tidak membenci kesendirianku, tapi setelah dia berkata seperti itu kepadaku, aku sadar. 
Aku sendirian.
Aku membutuhkan sang mentari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar