pernah ketemu seseorang yang selama ini kau hindari karena dia terlalu bersinar untuk dirimu yang gelap? kurasa kini
sang mentari menghampiri hidupku, entah hanya untuk menggertakku keluar dari
kegelapan atau ingin menyinari semua masa-masa gelapku. Tapi bukan hal yang
cukup penting, ada ataupun tanpa dia, aku juga akan tetap sendirian menghadapi
dunia ini. Awan gelap selalu mengikuti kemana aku melangkah. Bukan nya aku tak
dapat menerima kenyataan, hanya saja kenyataan begitu keras menghantam jiwaku,
sehingga aku harus meringkuk kesudut yang paling gelap. Kesendirian. Kamu gadis
baik, kamu gadis polos, kamu yang paling cantik. Seperti itulah masa-masa
dimana aku mencintai matahari, mencintai awan gelap, mencintai seisi dunia ini.
Tapi bagaimanapun juga, roda berputar dan aku tertarik kebawah, hancur akan
kebahagiaan, tenggelam dalam kegelapan. Kecewa? Tentu saja, bukan berarti aku
menelan mentah-mentah ucapan mereka kala aku diatas, hanya saja aku terlalu
merendahkan diri sehingga aku semakin menjadi wanita rendahan. Sendirian sungguh
tidak menyenangkan, tak ada teman, taada tempat berbagi cerita, tak ada pula
kasih sayang. Lagi-lagi aku berpura-pura menikmatinya. Berbohong kepada dunia
bahwa aku baik-baik saja. Dan kali ini cukup berbeda, kesendirian benar-benar
menggangguku. Tidak seperti biasanya, aku yang selalu sibuk dengan duniaku
sendiri, tak memperdulikan orang berlalu-lalang dan hanya berkutat dengan benda
mati yang selalu kita bawa kemanapun; handphone
ataupun sekedar novel yang kubawa. Begitu pula saat ini, aku hanya duduk dengan
sejuta umat manusia disekelilingku, tapi tak ada seorangpun yang berada di
kanan atau di sebelah kiriku, seolah ada gelombang sinar elktromagnetik
disekitar tubuhku yang bila mengenai orang akan membunuhnya dalam sekejap. Tak kupungkiri
kini aku membutuhkan sesorang seperti yang pria itu katakan, aku terlalu egois,
selalu membangun tembok. Pria itu juga mengatakan, kala ku sendiri, aku hanya
bergumam, tenggelam dalam pikiran-pikiran anehku, bahkan terkadang begitu
murung, berbicara seolah alam mendengarku, mendengar jiwaku tanpa aku harus
berbuka suara. Semua terekam jelas dalam lensa matanya, terekam dengan sangat
jelas, begitu katanya. Satu lagi, tidak hanya kamu yang terpuruk didunia ini,
sehina dan sekotor apapun dirimu, masih ada yang lebih dibawah kamu. Nasehat yang
mungkin sangat kubutuhkan saat ini. Percaya atau tidak, aku mencoba percaya
kala itu, namun segera menguap bersama awan gelap yang hendak mencengkram
nadiku.
Setelah begitu banyak pertimbangan dalam pikiran anehku, aku tidak
membenci kesendirianku, tapi setelah dia berkata seperti itu kepadaku, aku
sadar.
Aku sendirian.
Aku membutuhkan sang mentari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar